Kata orang, untuk jadi penulis itu
gak cuman belajar dari nulis cerpen, novel ataupun puisi. Tapi dengan menulis diary juga sudah menjadi sebuah pelatihan sejak
dini. Sebut saja aku, aku sejak SD -saat ingus masih senang bergelantugan di
hidung pesekku-. Aku suka sekali menulis, menulis diary. Karena dengan menulis diary,
aku bisa mengungkapkan isi hatiku.
Dan itulah awal kisah cintaku pada
sebuah buku kecil bernama diare,
maksudku diary. Sejak kecil aku sudah senang berdialog denga buku itu. Meski bukan
dengan obrolan, namun hanya kata-kata betapa aku tengah bercerita padanya.
“Diary, kamu tauk. Hari ini aku
sedih” mimikku berubah sedih, sedikit berkaca-kaca tapi masih berusaha
menghapus ingus -lagi-. Sedang si diary masih terdiam.
Aku melanjutkan tulisanku dengan
untaian seadanya, namanya juga anak SD. Bercerita ala kadarnya. “Sedih skali
karena harus berpisah dengan mereka. Apa nanti aku bisa nemu yang lain? Yang kayak
mereka?” diakhir aku sering menyisipkan tanda tangan yang lebih mirip sandi
rumput.
Hampir setiap hari aku membuka
diary, terkadang hanya sekedar membaca saja. Tapi bila saatnya aku ingin
menulis, aku bisa menulis berlemba-lembar. Dan buku kecil bernama diary itu
selalu setia menjadi tempatku bercerita ala bocah ingusan.
***
Siapa yang sangka sampai aku
menggunakan baju putih birupun, aku masih senang berkisah pada si diary. Dan kini
gilirannya kisah cinta monyet yang mendominan dalam ceritaku pada si diary.
Mungkin kalian berpikir “setebal apa buku diary itu?” atau “seberapa
lusuhnya buku yang menemaniku itu sejak SD.” Tidak, diary tidak tebal, tidak
juga lusuh. Karena saking serignya aku bercerita halaman demi halaman mulai
penuh. Hingga pada akhirnya aku selalu meminta uang untuk membeli yang baru. Lalu
“bagaimana nasib buku diary lamaku?”. Katanya cinta... kok diganti?
Mungkin aku mengganti satu
persatu, tapi aku tak pernah membuang yang lama,ataupun menaruhnya sembarangan.
Tapi aku selalu mengumpulkan mereka disatu tempat, dan disaat aku butuh aku
mengambil semua dan menaruhnya disisiku.
“Dear Diary, hari ini aku kacau
sekali. Aku tak mengerti dengan apa yang tengah kurasa. Deg-degan tentunya.” Diary
masih tak bergeming, namun dia ikut tersenyum melihat mimik wajahku.
“Kamu tahu betapa bahagianya? Saat
dia tersenyum manis, dan aku hanya bisa terdiam. Meski hatiku luluh lantah” aku
masih terus bercerita dan diary selalu setia mendengar.
“Ya, aku tahu betapa kamu bahagia.
Lihat saja pipimu! Merah merona.” Tiba-tiba aku mendengar bisikkan dari si
diary. Ternyata dia benar-benar mempehatikanku selama ini.
Aku mengubah posisiku dari yang
tadinya tengkurap, menjadi terlentang. Lalu kuangkat diaryku tinggi-tinggi. Dan
kupandangi dia, dia masih ikut tersenyum.
Dan sejak itu aku mulai cinta pada
diaryku, semakin cinta lebih tepatnya. Dan
memang cinta itu gila. Hingga membuatku tak sadar bersenang-senang dengan diary
itu nampak gila.
***
Ini
adalah pertengahan semester dua, kelas dua smp. Masalah mulai datang. Seperti biasa yang pertama aku kunjungi adalah pendengar
setiaku, si diary.
“Kenapa sedih?” Tanya si diary
keheranan, saat menemukanku tengah berbaring bercucuran air mata.
“Dia punya cewe” jawabku singkat
sembari ingus-lagi-lagi- bergelantungan dihidungku.
“Sudah jangan bersedih, ceritalah
padaku...”
“Jadi... bla bla bla” akupun
bercerita atas permintaan diary. Degan air mata yang tak bisa kubendung, aku
masih saja bercerita. Pada saat aku sudah tenang, diary tersenyum meski nampak
lusuh.
OMG aku melukainya, tanpa sadar
saat aku menangis. Air mataku menimpanya, membasahi tubuhnya, dan membuat lusuh
penampilannya. Tapi dia tetap setia –lagi-.
Tulisanku yang kutulis dengan
spidol merah, menjadi kabur, bahkan jadi banyak noda disekujur tubuh diary. Aku
ketakutan, yang bisa kulakukan hanya memeluknya. “Diary maafkan aku,” Ucapku berbisik
sambil memeluk erat tubuhnya.
***
Kelas tiga SMP aku sudah mulai
suka cowok ini, cowok itu. Sebel kesini dan kesitu. Dan diary sudah hafal betul
pada mereka-meraka yang selalu aku
ceritakan. Bahkan kalau ada yang aku gak suka, diary ikut gak suka.
Suatu hari, terlintas pikiran tentang
sebuah nama untuk si diary. “Kenapa tidak sejak dulu aku menamaimu?” Diary hanya
menggeleng.
“Baiklah... jadi namamu adalah
MR..” alisku terangkat sebelah, saat otakku mengkerut mencari sebuah nama “YYS”
ucapku senang.
“MR.YYS? apaan tuh?” tanya diary
nampak kecewa
“Itu inisial tiga orang yang spesial,
inget kan? dan karena kamu juga sama spesialnya, maka aku namain kamu MR.YYS”
***
Hari ini aku sedih, masalah yang
timbul diusia anak SMA membuatku putus asa. Jangankan menulis, untuk
bergerakpun aku enggan. Yang kulakukan hanya menangis bersama bantal –teman baruku-
kini dialah yang selalu menemaniku dalam tangisan.
Beda disaat amarah memuncak,
tembok tak bersalah itu menjadi teman. Dan satu-satunya yang mau diajak
berantem denganku. Cuman dia yang mau aku pukuli dan aku maki-maki.
***
Hari ini aku tengah bersantai
dikamarku. Bantal dan tembok biru tak menjadi sasaranku hari ini. Aku hanya
sedang duduk-duduk, namun rasanya ada yang tengah memperhatikanku dari dalam
laci lemari bajuku.
Aku diamkan untuk sesaat, namun
pada akhirnya aku menengok dan mendekati. Ketika kubuka laci lemariku, mereka
tersenyum. MR.YYS dan para diary kecilku tersenyum, wajah mereka begitu
bahagia.
“Kami selalu setia menunggu kamu,”
ucap MR.YYS membuatku menyesal menelantarkan mereka.
“Kami selalu melihatmu menangis, tertawa,
bahagia, jatuh cinta dan segala rasa yang entah sejak kapan tak kamu bagi lagi
pada kami” kata diary lain kecewa.
“Maafkan aku” aku membawa mereka
keluar dari laci, menaruhnya diatas pangkuanku. Membuka halaman satu persatu
para diaryku. Sekarang giliran mereka yang berkisah, tentang seorang anak
perempuan yang selal berbagi ceritanya pada mereka.
Lalu aku tertawa mendengar
kenangan itu, akupun terkekeh saat melihat diary yang penuh warna ceria dari
gambar-gambar yang aku gambar diakhir ceritaku, belum lagi stiker yang ditempel
disudut-sudut halaman.
Hingga aku tertegun pada satu
halaman.
“AKU MENCINTAI MR.YYS DAN DIARYKU SEMUA, KARENA
MEREKA TEMAN SETIAKU”
Air mataku mengalir perlahan, kupeluk satu persatu
diaryku. Aku masih mencitai kalian...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
sudah baca? jangan lupa tinggalkan komentar ya kawan :D